Oleh : Elfira Fahria
Keyword : Post Power Sindrome
Bekerja merupakan salah satu aktifitas mannusia,
walaupun bekerja tidak hanya menghasilkan uang, tetapi bekerja dapat memberikan
status individu dan individu dapat berinteraksi sosial dengan lingkungan
sekitarnya. Bekerja merupakan bentuk dari aktifitas yang mendapat dukungan
sosial yang berupa penghargaan lingkungan masyarakat terhadap aktifitas kerja
maupun dukungan individu yang melatar belakangi aktivitas kerja itu sendiri
seperti kebutuhan untuk aktif, kebutuhan untuk berproduksi kebutuhan untuk
memperoleh harga diri, serta kebutuhan yang lainnya, sehingga pada hakikatnya bekerja
merupakan kebutuhan bagi manusia. Pada kenyataannya pekerjaan yang dilakukan
tidak akan berlangsung selmanya, karena ada batasan usia tertentu dalam bekerja
yang disebut dengan masa pension.
Pensiun dapat diartikan sebagai masa berhentinya
seseorang dari suatu pekerjaan baik dipemerintahan ataupun perusahaan swasta.
Golongan pensiun sendiri terbagi menjadi kelompok optimis dan kelompok pesimis.
Ada yang bahagia karena dapat menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan
baik. sebaliknya ada juga yang merasa khawatir akan kehidupan di masa yang akan
datang. Lanjut usia yang berumur 55 sampai 56 tahun dan baru melalui masa
pensiun sangat rentan terhadap permasalahan psikologi, terutama muncul bila
lanjut usia tersebut tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul
sebagai akibat dari proses transisi dari yang dulu bekerja menjadi tidak
bekerja lagi.
Post power sindrome banyak dialami mereka yang baru
saja menjalani masa pensiun. Pensiun merupakan masa seseorang secara formal
berhenti dari tugasnya selama ini, biasa merupakan pilihan atau keharusan. Para
pensiunan biasanya ada yang bahagia karena dapat menyelesaikan tugas dan
pengabdiannya dengan lancar. Sebaliknya, ada juga yang mengalami ketidakpuasan
atau kekecewaan akan kehidupannya. Sindrome ini bisa dialami oleh pria maupun
wanita, tergantung dari berbagai faktor, seperti ciri kepribadian, penghayatan
terhadap makna dan tujuan kerja, pengalaman selama bekerja pengaruh lingkungan
keluarga dan budaya. Berbagai faktor tersebut menentukan keberhasilan individu
dalam menyesuaikan diri menghadapi masa pensiun. Post power sindrome merupakan
tanda kurang berhasilnya seeorang menyesuaikan diri. Tujuan bekerja tak hanya
untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, tapi secara psikologis, bekerja dapat
memenuhi pencapaian identitas diri, status, atau pun fungsi sosial lainnya.
Beberapa orang sangat menghargai prestise dan kekuasaan dalam kehidupannya, hal
ini bisa diperoleh selama ia memegang jabatan atau kekuasaan. Apalagi bila
lingkungan kerjanya juga mengkondisikan dirinya untuk terus memperoleh prestise
tersebut.
Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri karena
pensium menyebabkan seseorang kehilangan peran, status dan identitasnya dalam
masyarakat menjadi berubah sehingga dapat menurunkan harga diri. Bila anggota
keluarga memandang pensiunan sebagai sseorang yang sudah tidak berharga lagi
dan memperlakukan mereka secara buru, bukan tak mungkin juga akan memicu
munculnya sindrome ini. Beberpa ciri kepribadian yang rentan terhadap post
power sindrome di antaranya adalah mereka yang senang diharagai dan dihormati
orang lain, suka mengatur, gila jabatan, menuntut agar permintaanya selalu
dituruti, dan suka dilayani orang lain. Secra ringkas disebut sebagai orang
dengan need of power yang tinggi. Selain itu, ada pula mereka yang sebenarnya
kurang kuat kepercayaan dirinya sehingga sebenarnya selalu membutuhkan
pengakuan dari orang lain, melalui jabatannya dia merasa aman.
Tuner & Helms (1983) menyatakan
bahwa terdapat beberapa faktor penyebab bagi perkembangan Post Power Sindrome
pada diri seseorang yang kehilangan jabatan yaitu: kehilangan harga diri karena
dengan hilangnya jabatan seseorang merasa kehilangan perasaan memiliki dan yang
dimiliki, artinya dengan jabatan seseorang akan merasa menjadi bagian penting
dari institusi, kehilangan latar belakang kelompok eksklusif, kehilangan
persaan berarti dalam satu kelompok tertentu karena jabatan memberikan perasaan
berarti yang menunjang peningkatan kepercayaan diri seseorang, kehilangan
orientasi kerja, kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan
jabatan yang dipegang.
Penyebab tersebut tentu saja akan
mengakibatkan berkembangnya reaksi frustasi yang akan mengakibatkan
mengembangakan sekumpulan gejala psikososial yang antara lain ditandai oleh
sensitive secara emosional seperti cepat marah, cepat tersinggung,
uring-uringan tanpa sebab yang jelas, gelisah, dan diliputi kecemasan
berlanjut. Kemudian mendadak menjadi agresif dengan peningkatan intensitas
aktifitas yang tidak terkendali demi tercapainya pengakuan akan eksistensi diri
dari lingkungan dimana orang tersebut berada. Kondisi psikis yang sedemikian
tegangnya akan berpengaruh terhadap ketegangan serta gangguan fungsi saraf
otonom yang berpengaruh pada gangguan fisiologis berupa gangguan metabolisme
tubuh, sehingga pernyertaan reaksi somatisasi berupa aneka keluhan fisik pun
tidak terhindarkan.
Daftar Rujukan
Ardani.A.T.2012.Kesehatan
Mental Islami.Bandung: Karya Putra Darwati
Darajat.1985.Kesehatan
Mental.Jakarta: PT.Gunung Agung
HIMPUNAN MAHASISWA PRODI PSIKOLOGI UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG