Pengarang : Ratra Adya Airawan
Keyword
: Kecerdasan Emosi,
Spiritual, SQ, EQ
Perkembangan
kecerdasan spiritual di dunia barat yang umumnya adalah negara-negara sekuler,
ternyata malah menjadi sebuah momentum mulai diliriknya arti pentingnya
kecerdasan spiritual. Sebagai sebuah awalan, kita akan memulai dahulu dengan
pesatnya perkembangan teknologi yang dinilai mengikis pemahaman-pemahaman
spiritual di barat. Zaman yang serba canggih dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedemikian luar biasa ini, justru masyarakatnya
seakan mengalami kegersangan spiritual dan keterbelahan jiwa. Hal ini
disebabkan oleh dinamika manusia modern yang tak lagi menghargai proses
spiritual dan kedamaian jiwa. Mereka hanya mementingkan kesadaran empiris dan
rasional. Sehingga masyarakat modern mengalami kecenderungan satu dimensi (one
dimensional people).
Dengan mulai masuknya unsur
spiritual dalam dimensi masyarakat sekuler, tentunya akan menjadi sebuah
lecutan tersendiri pada dimensi kita di Indonesia yang sepertinya mulai
kehilangan unsur spiritualitas dalam banyak dimensi. Dalam berbagai ranah,
sepertinya unsur spiritualitas mulai di tinggalkan. Tidak perlu menelisik lebih
dalam, dengan maraknya korupsi di berbagai lini adalah bukti kosongnya ruh dan
kecerdasan spiritual bahkan yang mengaku beragama sekalipun.
Model-model
kecerdasan yang kini dikembangkan dalam dunia psikologi mendasarkan
argumen-argumennya pada temuan-temuan ilmiah mulai dari model kecerdasan
konvensional (IQ), kecerdasan emosional (EQ), hingga yang mengklaim diri
sebagai model kecerdasan ultimate:kecerdasan spiritual (SQ), seluruhnya masih
menjelaskan kesadaran manusia dengan segenap aspek-aspeknya sebagai
proses-proses yang secara esensial berlangsung pada jaringan syaraf.
Pada
tataran selanjutnya, awal tahun 1996 istilah EQ (Emotional Intelligence)
diusulkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence. Belakangan
ini menjadi populer pula istilah SQ (Spiritual Intelligence), yang diusulkan
oleh pasangan Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya berjudul ”Spiritual
Intelligence : the Ultimate Intellegence (2000). Meski secara esensial tidak
terdapat sebuah terobosan ilmiah yang betul-betul baru dalam gagasan-gagasan
mereka ini, namun para pakar ini telah berhasil men-sintesa-kan, mengemas, dan
mempopulerkan sekian banyak studi dan riset terbaru di berbagai bidang keilmuan
ke dalam sebuah formulasi yang cukup populer untuk menunjukkan bahwa aspek
kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari sekedar apa yang semula biasa kita
maknai dengan kecerdasan.
Dalam
bahasa agama, EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ
adalah “qalbu”. Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah
sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui
hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan
semangat, integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan
terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin
dan melayani.
Substansi
dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian
disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan
orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap
bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar
bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti
kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak
lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat.
Di
samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran
komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan
diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap
dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation
(memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain
(interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill
yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara
baik.
Sedangkan
SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Dengan kata lain, SQ adalah kecerdasan yang
berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari
pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan,
karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.
Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional
bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari
pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah
keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Kecerdasan
spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat
internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada
di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam
versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi
terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan
pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup
dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan
jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Seseorang
yang mempunyai tingkat kecerdasan spiritual (SQ) tinggi cenderung menjadi
seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggungjawab
untuk membawakan visi dan nilai yang lebih kepada orang lain dan memberikan
petunjuk penggunaannya. Dengan kata lain seseorang yang memberi inspirasi
kepada orang lain. Peran SQ sendiri memliki arti yang sangat kompleks dalam
masyarakat beragama di masyarakat dewasa ini.
Kesimpulan & Penutup
Terdapat
keterkaitan antara spiritual dengan kecerdasan emosi seseorang, dimana keadaan
spiritual yang baik mampu menghasilkan keadaan emosi yang stabil. Spiritual
memiliki cakupan yang sangat luas walaupun erat kaitannya dengan religius. Tiap
belahan dunia memiliki metode-metode tersendiri dalam meningkatkan
spiritualitas seseorang seperti meditasi, yoga, dan lain sebagainya. Dalam
perspektif psikologi manfaat spiritual memiliki peran sebagai proses
psikoterapi terhadap gangguan-gangguan psikologis. Selain itu, manfaat tersebut
dapat meningkatkan kualitas pengendalian emosi dalam diri.
Penulis
hanya mampu memberikan gambaran secara umum walaupun tidak terperinci
dikarenakan keterbatasan literatur dan pemahaman, penulis hanya memberikan
secara garis besar mengenai metode tasawuf. Sebenarnya masih banyak
metode-metode yang perlu dijelaskan dalam tasawuf dan meningkatkan kecerdasan
emosi. Walaupun banyak kekurangan dalam penulisan, diharapkan artikel ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
RUJUKAN
Sukidi, Kecerdasan Spiritual: Mengapa SQ lebih PEnting
daripada IQ dan EQ, (Jakarta: Gramedia, 2004
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik
dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, Mizan, Bandung, 2002
Pasiak, Taufik. 2012. Tuhan Dalam Otak
Manusia. Bandung: Mizan Media Utama
Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama