Sosok Ghaib Era Informatika
Ulasan deskriptif dalam perspektif filsafat Ilmu
Malam tadi, obrolan di Srigading cukup menarik. Diisela kecoroan, saya mencoba untuk songong menelaah dalam perspektif filsafat ilmu.
Apa yang dikatakan sebagai sosok ghaib merupakan bentuk misteri yang erat kaitannya dengan mistis. Selalu dikatakan sebagai hal yang bersifat subyektif dalam pengkajiannya. Bukan berarti tidak ada obyektivitas dalam pengetahuannya, akan tetapi obyek yang dikaji memiliki karakterisrik abstrak supra irasional yang tidak dapat dijangkau indera-indera manusia. Pertanyaanya adalah bagaimana kita mengkajinya/memahaminya?
Sudah barang tentu bahwa metode sains yang sekarang mungkin tidak mampu menjawab secara gamblang hal-hal yang berbau mistis. Apalagi di era Informasi dan Matematika yang dalam metode pengkajian dilakukan berdasarkan berapa "isme" yaitu humanisme, rasionalisme, positivisme, dan kemudian menjadi metode ilmiah.
Kalo dengan sains tidak bisa, kita coba pengkajian dan pemahaman dengan filsafat. Filsafat menawarkan beberapa korelasi dalam pengkajian hal-hal mistis karena objek kajian filsafat adalah abstrak. Filsafat mengkaji sesuatu yang "ada" dan "yang mungkin ada" atau yang dapat kita sebut dalam ontologinya adalah filsafat eksistensi. Selain itu, Filsafat dapat membedah lebih dalam untuk menggali pengetahuan mistis, karena tidak sekedar rasional (tidak bertentangan dengan hukum alam) tetapi juga logis-supra rasional. Logis supra rasional dapat dianalogikan sebagaimana Nabi Musa merubah tongkat menjadi ular. Apakah rasional? Ya tidak karena bertentangan dengam hukum alam. Tapi logis, karena Tuhan yang membuat tongkar jadi ular, apa boleh begitu? Ya boleh-boleh saja, wong Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Nah, inilah yang dikatakan logis supra rasional, masuk akal sekalipun bertentangan di hukum alam.
Akan tetapi perlu dipahami, batasan filsafat hanya mampu mengkaji hal-hal yang bersifat rasional. Paradigma filsafat menjadi lemah apabila obyek yang dikaji irrasional atau bertentangan dengan hukum alam atau tidak masuk akal. Sebagaimana halnya sosok ghaib, kuntilanak misalnya. Bagaiman bisa sosok tersebut melayang-layang di udara yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum alam. Selain itu obyek sosok ghaib adalah irrasional yang indera kita tidak mampi menjangkaunya. Akal pun tidak mampu menjangkaunya, maka hal-hal mistis tersebut tidak logis. Lalu dengan apa lagi kita mengurai hal mistis tersebut?
Pengetahuan ini memang sangat aneh, sulit sekali mencari kebenarannya. Sosok ghaib yang viral di sosial media biasanya hanya mampu kita labeli hoax sebelum benar-benar melihat sosok nyata dengan kepala sendiri. Karena apa? Karena kita terbiasa dengan pemikiran logis dan rasional. Sehingga pengetahuan irrasional mendapat perhatian yang minim di era informatika.
Lhaa dengan apa kita mencari tahu pengetahuan mistis? Nah, tentunya kita mengkajinya dengan pengetahuan mistis pula. Bukan panca indera atau pemikiran yang masuk akal dan rasional. Akan tetapi dengan rasa. Orang arab menyebutnya dzauq, qalb. Immanuel Kant menyebutnya akal praktis. Dan ada juga yang menyebutnya intuisi. Metode pemahamannya dapat melalui latihan, pengolaan batin atau percaya (iman). Kita tak akan menemukan inti dari mistisme dengan keterbatasam indera dan akal. Sehingga perlu komponen tersendiri di luar itu untuk memahami hal tersebut.
Semoga bermanfaat,
Malang, 21 Jan 2017
Airawan Ratra Laiho
Tafsir, Ahmad (2015). Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Rosda
HIMPUNAN MAHASISWA PRODI PSIKOLOGI UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG