Setiap organiasai, setiap usaha memiliki budayanya, yang tercermin dari perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan – kebijakannya, peraturan – peraturannya. Schein (1992) memberikan batasan yang komprehensif tentang budaya organisasi sebagai berikut :
”A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solves its problems of external adaptation and internal intergration,that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problem.”
Budaya Orgnanisasi (Group) terdiri dari asumsi – asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antar unit – unit organisasi yang berkaitan dengan intergrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar tetap bertahan.
Asumsi – asumsi dasar yang dianggap absah diajarkan kepada anggota – anggota baru sebagai cara yang tepat dalam mengamati, memikirkan dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah – masalah tersebut.
Bagian pertama dari definisi Schein menjelaskan bagaimana budaya organisasi terbentuk, bagian kedua menjelaskan bagaimana budaya organisasi dipertahankan. Dapat lebih jauh disimpulkan bahwa budaya organisasi dapat berubah, yaitu bila asumsi dasar yang digunakan dalam memecahkan masalah (eksternal dan internal) ternyata tidak absah dan perlu diganti dengan asumsi dasar lain. Schein selanjutnya mebedakan budaya organisasi kedalam tiga tingkat.
- Perilaku dan Artifact. Tingkatan pertama ini adalah tingkatan yang dapat diamati. Perilaku orang dapat kita amati. Perilaku otoriter, perilaku luwes, perilaku keras. Semua perilaku yang diamati yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan merupakan ungkapan dari nilai –nilai tertentu.
- Nilai - nilai. Tingkat kedua ini tidak dapat terlihat. Nilai – nilai terungkap melalui pola – pola perilaku tertentu. Nilai ‘hemat’ akan dapat terungkap dalam perilaku seperti ‘dapat menabung’, ‘bekerja dengan menggunakan kertas kerja sedikit mungkin’. Nilai ketrbukaan antara lain dapat terungkap dalam perilaku ‘kesediaan mendengarkan dan memperhatikankritik, keluh kesah’ atau dapat juga terungkap dalam ‘pintu kerja yang selalu terbuka, sehingga siapapun dapat masuk dan menemuinya’.
- Keyakinan (Beliefs). Tingkat ketiga ini merupakan tingkat yang paling dalam, yang terdiri dari berbagai asumsi dasar. Orang yang berkeyakinan bahwa ‘semua orang baik’ akan mimiliki nilai ‘kepercayaan’ dengan perioritas tinggi, dan akan terungkap dalam perilakuknya bahwa ia ‘mudah dan cepat percaya kepada orang’.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll (1994) budaya organisasi ialah :
” ..the patterned way of thinking, feeling and reacting that exist in an organzation or its subsectors. It is the unique “ mental programing” of that organization, which is a reflection of its modal organization personality.”
Budaya organisasi ialah cara – cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola – pola tertentu yang ada dalam organisasi. Merupakan suatu mental programming dari organisasi, yang merupakan pencerminan dari ‘modal’ kepribadian organisasi. ‘Modal’ kepribadian orgaisasi ialah derajat homogenitas dan kekuatan dari suatu orientasi kepribadian khusus dalam satu organisasi. Modal organization personality dihasilakan oleh empat faktor :
- Orang mengembangkan nilai – nilai selama sosialisasi untuk dapat mengakomodasi terhadap jenis – jenis organisasi dimasyarakat (dalam rangka pemasaran produk/jasa yang dihasilkan).
- Proses seleksi men-scereen-out mereka yang tidak cocok dan sosialisasi organisasi mengubah mereka yang masuk organisasi (para karyawan memiliki nilai – nilai utama yang sama).
- Rewards dalam organisasi secra selektif mengukuhkan kembali perilaku dan sikap – sikap tertentu saja (perilaku yang didasari nilai – nilai utama saja yang dapat imbalan).
- Keputusan untuk promosi biasanya memperhitungkan unjuk kerja dan kepribadian dari calon
Secara sederhana budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berpikir, cara bekerja, cara laku para karyawan satu perusahaan dalam melakukan tugas pekerjaan mereka masing – masing.
Dibandingkan dengan definisi dari Schein, maka definisi dari Tosi, Rizzo, Carroll berhubungan dengan nilai dan perilaku yang merupakan ungkapan dari asumsi – asumsi dasar dari Schein.
Definisi yang serupa dengan definisi dari Tosi, Rizzo, Carroll, diberikan oleh Van Muijen, Den Hartog, dan Koopman (1997) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dapat digambarkan sebagai “kumpulan dari nilai, norma, ungkapan dan perilaku yang ikut menentukan bagaimana orang – orang dalam organisasi saling berhubungan dan sebesar apa mereka gunakan tenaga mereka dalam pekerjaan organisasinya”.
Berdasarkan pengertian budaya organisasi dari schein dapat dikatakan bahwa tinggi – rendahnya produktivitas satu perusahaan dihasilakn oleh asumsi – asumsi dasar dari budaya organisasi yang dimiliki perusahaan tersebut.
SUMBER – SUMBER BUDAYA ORGANISASI
Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengatakan bahwa budaya organisasi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : (1) pengaruh umum dari luar yang luas; (2) pengaruh nilai – nilai yang ada di masyarakat (societal values); (3) faktor – faktor yang spesifik dari organisasi, (4) nilai – nilai dasar dari kondisi dominan.
- Pengaruh eksternal yang luas (Board external influences).Mencakup faktor – faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi seperti : lingkungan alam (adanya empat musim atau iklim tropis saja) dan kejadian – kejadian bersejarah yang membentuk masyarakat (sejarah raja – raja dengan nilai – nilai foedal).
- Nilai – nilai masyarakat dan budaya nasional (Societal Values and National Culture). Keyakinan – keyakinan dan nilai – nilai yang dominan dari masyarakat luas (misalnya kebebasan individu
- Unsur – unsur khas dari organisasi (Organization Specific Elements)
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam usaha mengatasi baik masalah – masalah eksternal maupun masalah – masalah internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian – penyelesaian yang berhasil. Penyelesaian yang merupakan ungkapan dari nilai – nilai dan keyakinan – keyakinan. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. Misalnya dalam menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi terlalu tinggi, pemasaran biaya tinggi juga, maka dicari jalan bagaiaman penghematan disegala bidang dapat dilakukan. Jika ternyata upayanya berhasil, biaya produksi dapat diturunkan demikian juga biaya pemasaran, maka nilai untuk bekerja hemat (efisien) menjadi nilai utama dalam perusahaan. Dalam sumber budaya yang ketiga diatas, usur – unsur khas dari organisasi, kita temukan konsep budaya organnisasi dari Schein.
CIRI – CIRI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi yang dapat diamati ialah pola – pola perilaku yang merupakan manifestasi atau ungkapan – ungkapan dari asumsi – asumsi dasar dan nilai – nilai. O’Reilly, Chatman, dan Caldwell menemukenali ciri – ciri budaya organisasi sebagai berikut :
- Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking). Mencari peluang baru, mengambil risiko, bereksperimen, dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan dan praktek – praktek formal
- Stabilitas dan keamanan (stability and security). Menghargai hal – hal yang dapat diduga sebelumnya (predictability), keamanan dan penggunaan dari aturan – aturan yang mengarahkan perilaku.
- Penghargaan kepada orang (respect for people). Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain.
- Orientasi hasil (outcome orientation). Memiliki perhatian dan harapan yang tinggi terhadap hasil, capaian dan tindakan.
- Orientasi dan tim kolaborasi (team orinetation and collaboration). Bekerja bersama secara terkoordinasi dan berkolaborasi.
- Keagresifan dan persaingan (aggresiveness and competition). Mengambil tindakan – tindakan tegas di pasar – pasar dalam menghadapi para pesaing.
Robbins (1998) menyatakan bahwa hasil – hasil penelitian yang mutakhir menemukan bahwa ada tujuh ciri – ciri utama yang, secara keseluruhan, mencakup esensi dari budaya organisasi. Tujuh ciri – ciri tersebut adalah :
- Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.
- Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisi dan perhatian terhadap detail.
- Orientasi kekeluarga. Sejauh mana manajemen lebih berfokus pada hasil – hasil dan keluaran daripada kepada teknik – teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tersebut.
- Orientasi ke orang. Sejauh mana keputusan – keputusan yang diambil manajemen ikut memperhitungkan dampak dari keluarannya terhadap karyawannya.
- Orientasi team. Sejauh mana kegiatan – kegiatan kerja lebih diorganisasi seputar kelompok – kelompok (teams)dari pada seputar perorangan.
- Keagresifan. Sejauh mana orang – orang lebih agresif dan kompetitif dari pada santai.
- Stabilitas. Sejauh mana kegiatan – kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
Kalau diperhatikan kedua daftar ciri – ciri diatas tidak dapat disimpulkan mana yang lebih tepat mencerminkan budaya organisasi perusahaannya. Schein tidak setuju untuk memakai kuesioner untuk mengetahui budaya organisasi suatu perusahaan. Data yang dapat dikumpulkan melalui kuesioner tidak mungkin lengkap dan dapat mengambarkan kekhasan dari budaya organisasinya. Iya menyarankan untuk menggunakan ancangan diagnosis kelinis. Peneliti untuk beberapa lama terjun ke perusahaan dan mengadakan observasi dan wawancara dengan pimpinan dan karyawan dan menggunakan daftar asumsi – asumsi dasar atau keyakinan – keyakinan sebagai kerangka penelitiannya.
CIRI – CIRI PRIBADI SEORANG PEMIMPIN
Terdapat pandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan. Maksdunya yang dapat menjadi pemimpin hanya orang – orang tertentu saja, yang mempunyai bakat untuk memimpin. Efektifitas kepemimpinan dianggap ditentukan oleh kepribadian pemimpin. Pemimpin mempunyai kualitas yang lebih baik dari para pengikutnya. Ia mempunyai ciri – ciri yang tidak diounyai pengikutnya.
Marat (1982) mengutip Carter, yang menemukan ciri – ciri perilaku pemimpin yang berhasil dari penelitian yang dilakukan pada anggkatan darat amerika serikat, sebagai berikut :
1. Performing profesional and technical speciality;
2. Knowing subordinates and showing concideration for them;
3. Keeping chanel of communication open;
4. Accepting personal responsibility and setting an example;
5. Imitating and directing action;
6. Training men as a team;
7. Making decisions;
Di Indonesia kita kenal sebelas ciri pribadi yang diharapkan dimiliki oleh seorang pemimpin, yang dianut oleh TNI Angkatan Darat, yaitu :
- Takwa, menahan diri perbuatan yang dilarang oleh tuhan Yang Maha Esa dan taat kepada segala perintah-Nya
- Ing Ngarsha Sung Tuladha, sebagai pemuka, orang yang berada di depan, selalu memberi suri teladan kepada yang di pimpinnya.
- Ing Madya Mangun Karsa, ditengah – tengah para anak buahnya ikut terjun langsung bekerja sama bahu membahu, memberi dorongan, semangat.
- Tut wuri handayani, dari belakang selalu memberi dorongan dan arahan kepada apa yang diingginkan anak buahnya.
- Waspada Purba Wisesa, selalu berhati – hati dalam segala kondisi, meneliti dan membuat perkiraan keadaan secara terus menerus.
- Ambeg Para Maarta, Pandai menentukan mana yang menurut ruang, waktu, dan keadaan patut didahulukan.
- Prasaja, bersifat dan bersikap sederhana serta rendah hati dan correct.
- Satya, loyalitas timbal balik dan bersikap hemat, tidak ceroboh serta memelihara kondisi materiil dengan kecermatan.
- Gemi Nastiti, hemat dan cermat, sadar dan mampu membatasi penggunaan dan pengeluaran hanya untuk yang benar – benar diperlukan.
- Belaka,bersifat dan bersikap terbuka, jujur dan siap menerima segala keritik yang membangun, selalu mawas diri dan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya.
- Legawa, rela dan ikhlas untuk pada waktunya mengundurkan diri dari fungsi kepemimpinannya dan diganti dengan suatu generasi baru yang mewarisi kesepuluh ciri ini.
Ciri – ciri pribadi tersebut lebih berfungsi sebagai prinsip - prinsip yang harus diusahan untuk dijadikan, sehingga mempunyai makna sebagai pedoman yang sifatnya normatif.
De Bono (1986) berdasarkan wawancaranya dengan lima puluh pria dan wanita yang sangat berhasil dalam bidangnya masing – masing berkesimpulan bahwa ada empat macam faktor (dua ciri pribadi dan dua lainya merupakan faktor di luar dirinya) yang menentukan keberhasilan seseorang atau sekelompok orang. Kedua ciri pribadi itu adalah :
- A Little Madnes, orang yang tahu dengan pastidan jelas apa yang ia inginkan dan memiliki dorongan yang sangat kuat untuk mencapai tujuannya.
- Very Talented, orang yang mempunyai bakat yang sangat menonjol di bidang tertentu.
Kedua faktor lainnya ialah :
- Rapid Growth Filed. Orang yang bekerja dalam bidang yang berkembang sangat cepat mempunyai peluang lebih banyak untuk berhasil, dari pada orang yang bekerja dibindang yang tidak dapat berkembang dengan cepat. Bidang teknologi, khusunya komputer merupakan bidang yang berkembang dengan cepat. Keadaan ini memungkinkan untuk bakat untuk berkembang.
- Luck, ada orang yang kebetulan ada berada ditemapat pada saat yang tepat untuk melakukan usahanya. Ada orang lain yang selalu kesulitan dalam menemui usahanya.
CORAK INTERAKSI PEMIMPIN DENGAN BAWAHANNYA
Hubungan antar pemimpin dengan pengikutnya, hubungan antara manajer dengan bawahannya, merupakan hubungan saling ketergantungan yang pada umumnya tidak seimbang. Bawahn pada umumnya merasa lebih tergantung kepada pimpinan dari pada sebaliknya. Dalam proses interaksi yang terjadi antara pimpinan dan bawahan, berlangsung proses saling mempengaruhi dimana pemimpin berupaya mempengaruhi bawahannya agar berperilaku sesuai dengan harapannya. Corak iteraksi inilah yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam kepemimpinanya. Teori kepemimpinan yang berkaitan dengan ini yaitu teori kepemimpinan transaksional dan transformasional yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1994).
Kepemimpinan Transaksional. Dalam bentuk kepemimpinan ini pemimpin berinteraksi dengan bawahannya melalui proses transaksi. Bass dan Avolio (1994) membahas empat macam transaksi, yaitu :
- Contingent reward. Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan, yang menguntungkan perusahaan, maka kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal misalnya jika bawahan berprestasi tinggi ia akan medapat imbalan (reward) yang memuaskan dirinya. Transaksinya ialah : “jika anda bekerja baik akan saya beri imbalan yang baik”.
- Management by exception-active. Manajer secara aktif dan ketat mamantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya agar mereka tidak membuat kesalahan atau agar mereka tidak gagal dalam melaksanakan pekerjaan, atau agar kesalahan dan kegagalan bawahan dapat secepatnya diketahui untuk diperbaiki. Transaksinya ialah : “ silahkan melaksanakan tugas anda, saya akan awasi secara ketat, sehingga jika saya melihat akan timbul kesalahan, atau jika timbul kesalahan, saya akan bantu anda”.
- Management by exception-passive. Manajer baru bertindak setelah terjadi kesalahan bawahan atau setelah benar – benar timbul masalah yang serius. Bawahan mendapat kesempatan untuk berupaya memperbaiki unjuk kerjanya, mengatasi masalahnya, mengoreksi kesalahannya. Transaksinya ialah : “ silahkan melaksanakan tugas anda. Jika timbul masalah, atau jika anda bertindak salah, usahakan mengatasi masalah atau meperbaiki kesalahan anda sendiri. Saya baru akan membantu anda, jika saya lihat anda tidak mampu mengatasi masalahnya atau memperbaiki kesalahanny”.
- Laissez – faire.Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu untuk kerjanya seluruhnya merupakan tanggungjawab bawahan. Transaksinya ialah : “ silahkan anda melakukan tugas anda secara mandiri, anda mampu melakukannya dan harus bertanggungjawab sendiri atas hasil kerja anda.
Dari keempat ciri kepemimpinan transaksional diatas dapat disimpulkan adanya derajat kepercayaan dari atasan terhadap bawahannya yang berbeda – beda. Efektif tidaknya kepemimpinan atasan tergantung pada derajat ketepatan pengenalan bawahan oleh atasan. Bila tepat kepemimpinanya akan efektif.
Kepemimpinan transformasional yaitu interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin atau manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya atau bawahannya menjadi seorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mengubah bawahannya, sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat dicapai bersama. Lima aspek kepemimpinan transformasional ialah :
- Attributed charisma. Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan orang lain dari kepentingan sendiri. Ia sebagai pimpinan perusahaan bersedia meberikan pengorbanan untuk kepentingan perusahaan. Ia menimbulkan kesan kepada bawahannya bahwa ia memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaannya, sehingga patut dihargai. Bawahan memiliki rasa bangga dan merasa tenang berada didekat pemimpinnya. Pemimpin juga dapat tenang menghadapi dituasi yang kritikal, dan yakin dapat berhasil mengatasinya
- Inspirational leadership/motivation. Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standart tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Bawahan merasa mampu melakukan tugasnya, mampu memberikan berbagai macam gagasan. Mereka merasa diberi inspirasi oleh pemimpinnya.
- Intellectual stimulation. Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka.untuk mencari cara – cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsi tugas – tugas mereka.
- Individualized consideration. Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin memperlakukan setiap bawahannya sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, keingginannya masing – masing. Ia memberikan nasehat yang bermakna, memberika pelatihan yang diperlukan dan bersedia mendengarkan pandangan dan keluhan mereka. Pemimpin menimbulkan rasa mampu pada bawahannya bahwa mereka dapat melakukan pekerjaannya, dapat memberi sumbangan yang berarti untuk tercapainya tujuan kelompok.
- Idealized influence. Pemimpin berusaha melaui pembicaraan, mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai – nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan (beliefs), perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan, perlu diperhatikan akibat – akibat moral dan etik dari keputusan yang diambil. Pemimpin memperlihatkan kepercayaanya pada cita – citanya, keyakinannya dan nilai hidupnya.
Seorang pemimpin dapat saja memiliki aspek – aspek kepemimpinan transaksional tertentu dan aspek – aspek kepemimpinan trasformasional tertentu yang menonjol secara bersama.
PENGERTIAN KEPUASAN KERJA
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah orgaisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Berikut pengertian-pengertian kepuasan kerja menutur beberapa pakar.
Kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo (1992), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya,ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau berhak atasnya. Sementara setiap karyawan/ pegawai secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
Pengertian Kepuasan Kerja menurut Tiffin (1958) dalam Moch. As’ad (1995) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Sedangkan menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad (1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja.
Dari batasan - batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda – beda sesuai dengan sistem nilai – nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing – masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. (Hasibuan, 2001 : 202).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima (Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/kantornya “(Davis, 1995 : 105). Dalam bukunya, “Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi “,Robbins mengatakan: “ Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996 : 179).
Faktor – faktor penentu kepuasan kerja
- Ciri – Ciri Intrinsik Pekerjaan: Keragaman keterampila, jati diri tugas (task identity), tugas yang penting (task signify cance), otonomi dan pemberian balikan kepada pekerja an membantu mengingkatkan ting kat kepuasan kerja.
- Gaji Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward). Uang memang mempunyai arti yang berbeda – beda bagi orang yang berbeda – beda. Di samping memenuhi kebutuhan – kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat merupakan simbol dari capaian (achievement), keber hasilan, dan pengakuan / penghargaan.Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan – tuntutan pekerjaan, tingkat kete rampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan ter tentu, maka akan ada kepuasan kerja.
- Penyeliaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada satu ciri kepemimpinan yang secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu penenggangan rasa (conside ration). Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia mene mukenali dua jenis dari hubungan atasan-bawahan : hubungan fungsional dan kese luruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuas kan nilai – nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang men cerminkan sikap dasar dan nilai – nilai yang serupa.
- Rekan – Rekan Sejawat yang Menunjang. Ada tenaga kerja yang dalam men jalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukannya (bahan dalam bentuk ter tentu) dari tenaga kerja lain. Keluarannya (barang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya.
- Kondisi Kerja yang Menunjang. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip – prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan – kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
- Dampak dari Kepuasan dan Ketidak puasan Kerja. Dampak Perilaku dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja : Dampak terhadap Produktivitas, Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absenteisme) dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover) dan Dampak terhadap Kesehatan
KESIMPULAN
Perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawannya. Perusahaan mengusahakan berbagai strategi untuk meningkatkan karyawannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kepuasan kerja bagi karyawannya. Kepuasan kerja ini tidak lepas dari elemen perusahaan seperti budaya organisasi dan perilaku kepemimpinan yang diterapkan. Hal tersebut karena karyawan selalu berinteraksi dengan karyawan yang lain dimana karakteristik masing-masing karyawan tersebut dapat membentuk atau terpengaruh budaya organisasi serta perilaku kepemimpinan
Dari beberapa study yang telah dilakukan kepemimpinan yang paling mempengaruhi kinerja karyawan. Budaya organisasi berpengaruh paling besar terhadap Kepuasan kerja, Budaya organisasi juga berpengaruh paling besar terhadap Kinerja Karyawan.
Daftar Pustaka
Bass, B.M. & B.J., Avolio.eds. 1994. Improving Organizational Evectiveness through Transformational Leadership. Sage Publications, California.
deBono, E., 1985. Tactics. The Art and Science of Succes. London : Fontana/Collins.
Hackamn, J., G. Oldham. 1976. “Motivation through the Desing of Work Tes of The Theory” Oganizational Behavior and Human Performance, 16, 250-279
Huntter, L., Levy, S., E. Rosen, M. Stopol. 1959. “Further Light on the Executive Personality”. Personel, 36, 42-50
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi : Bumi Aksara
Keith, Davis, Jhon W. Newstrom, 1995. Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
Munandar, A.S 1977. “Profil Manager Produksi dan Manajer Penjualan”. Suatu studi tentang sifat – sifat pribadi (personal attributes). Management dan Usahawan Indonesia. 19, 17-22
Moch. As’ad, 1995. Psikologi Industri. Jakarta: Liberty.
O’Reilly, C.A.,J. Chatman & D.F Caldwell. 1991. “People and Organizational Culture; A Profile Comparison Approach to Assesing Person Organization Fit”. The Academy Of Management Journal. September. 34, 487-516
Robbins, S.P.1988. Esential of Organizational Behavior. 9th ed. Englewood Cliffs, Prentice Hall, N.J.
Robbins, S.P 1998. Organizational Behavior. Concepts, Controversies Applications, 8th. Ed. New Jersey : Prentice Hall
Robbins, Stephans. 1994. Organization Theory, Structure, Design and Application, Alih
Bahasa Yusuf Udara, Arean, Jakarta.
Robbins, Stephans. 1996, Organization Bahaviour, Seventh Edition, A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632
Schein, E.H.1992. Organizational Culture And Leadership, 2nd ed. San Farancisco: Jossey-Bass Publisher.
Susilo Martoyo, 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : BPFE.
Tosi, H., L., J.R Rizzo, S.J. Carroll. 1994. Managing Organizational Behavior, 3rd ed. Cambridge : Blackwell.
.